Selasa, 25 November 2008

Pemerintah Didesak Cari Solusi Penyeberangan

Serambi Indonesia, 24 September-2007

BANDA ACEH - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dan Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS) mendesak pemerintah untuk segera mencari Kapal Motor Penyeberangan (KMP) yang lain sebagai pengganti KMP Teluk Singkil telah naik dok di Sabang tiga pekan lalu. Sebab bila masalah kapal penyeberangan ke Kabupaten Simeulue tidak segera diatasi akan membuat masyarakat setempat menderita dan kecewa berat dalam suasana menjelang lebaran seperti saat ini.

Demikian pernyataan itu disampaikan anggota DPRA, Syamsul Bahri SH dan Jurubicara KPBS, TAF Haikal kepada Serambi, Sabtu (22/9) kemarin secara terpisah dalam menanggapi terganggunya hubungan transportasi ke Simeuleu menyusul KMP Teluk Singkil naik dok. Menurut Syamsul, tindakan memperbaiki KMP Teluk Singkil ––yang selama ini melayani trayek penyeberangan Labuhan Haji-Sinabang–– untuk mencegah tidak terjadi kecelakaan di laut dinilai sangat baik. Tetapi sayang tindakan tersebut tidak dibarengi dengan mencari kapal pengganti sehingga hubungan ke kabupaten kepulauan tersebut tidak terganggu. “Tindakan yang tidak mencari kapal pengganti ini yang kami sesalkan, sebab mengandalkan KMP Pulau Simeulue yang melayani trayek Singkil-Sinabang tidak mampu mengatasinya. Buktinya, tidak kurang 30 truk dan ratusan penumpang tiap hari terpaksa antri di pelabuhan Sarok, Singkil dalam tiga pekan terakhir,” katanya yang baru dua hari lalu kembali dari Singkil.

Dikatakannya, dalam suasana bulan puasa yang kini menjelang hari raya Idul Fitri, seharusnya pihak-pihak terkait seperti PT Aangkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP) dan Dinas Perhubungan NAD, dapat segera mencari solusi lain guna memperlancar arus angkutan dari dan ke Pulau Simeulue itu. “Kita mengharapkan dalam dua hari ini sudah ada kepastian kapal pengganti yang melayari Labuhan Haji-Sinabang,” harapnya. Hal senada juga disampaikan Jubir KPBS, TAF Haikal, yang menilai Pemprov Aceh seperti kurang siap untuk segera mengatasi sarana transportasi pengganti di kawasan pantai Barat-Selatan itu, terutama Simeulue. “Bagaimana kita berbicara ingin meningkatkan kehidupan masyarakat di sana (Simeuleu), sedangkan soal transportasi saja masih belum bisa terpecahkan. Padahal Pemprov memiliki triliun rupiah anggaran tiap tahunnya, yang tentu saja tidak sulit mencari kapal pengganti ke Simeulue,” katanya.

Sebenarnya Pemerintahan Aceh untuk dua tahun pertama ini, katanya, tidak perlu terlalu membuat program yang muluk-muluk dengan obsesi membangun megaproyek, tapi cukup meluncurkan program pembangunan yang riel terkait dengan kebutuhan infrastruktur dasar masyarakat seperti, transportasi dan sarana angkutan perairan. “Kenapa banyak daerah di Aceh masih tertinggal. Hal ini tidak terlepas dari hubungan transportasi yang masih buruk, buktinya Simuelue yang memiliki kekayaan alam cukup besar tidak ada pihak yang mau menggarap. Mengapa hal ini terjadi, ya itu tadi sulit menjangkau kawasan tersebut, yang kemudian berdampak pada sulitnya masuk investor ke daerah itu,” tambahnya. Tetapi, lanjut Haikal, bila sarana transportasi sudah membaik maka dengan mudah investor akan datang menanam investasi. “Kita tak perlu mengejar investor, karena ia akan datang dengan sendirinya jika semua sarana prasarana pendukung sudah cukup memadai. Untuk itu, saya pikir hal-hal seperti itu harus secepatnya diatasi dan ditanggulangi,” pungkasnya.(sup)

Tidak ada komentar: