Selasa, 25 November 2008

Ada apa di Aceh ? Setelah Setahun Undang-undang No.11/2006 tentang Pemerintahan Aceh Lahir.

Serambi Indonesia 6 Agustus 2007

Komponen masyarakat sipil Aceh yang diinisiasi oleh, Achehnese Civil Society Task Force (ACSTF) mengelar Public Meeting tentang “Refleksi implementasi setahun UU tentang Pemerintahan Aceh dan Dua tahun MoU Helsinky”, dalam upaya membangun sinergisasi antara Pemerintah (Eksekutif dan Legislatif) dengan masyarakat sipil untuk implimentasi dua dokumen legal bersejarah ini. Titik tekan sinergisasinya, lebih ditekankan pada proses pembentukan kebijakan di Aceh. Kegiatan ini dilakukan pada hari senin, 13 Agustus 2007, dan bertempat di Grand Nanggroe Hotel Banda Aceh. Diskusi publik ini menghadirkan komponen Eksekutif, Legislatif dan komponen masyarakat sipil (LSM/NGO, tokoh Adat, mukim, mahasiswa, ormas, Akademisi, pemuka Agama, KIP, perempuan, dll).

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membahas berbagai persoalan yang menghambat dalam proses pembentukan kebijakan pelaksana dari UU-PA dan rekomendasi MoU Helsinky. Harapannya, akan terpecahkan berbagai persoalan dan ditemukannya berbagai solusi, dalam mendorong percepatan pembentukan berbagai produk kebijakan turunan UU PA dan rekomendasi MoU Helsinky. UU Pemerintahan Aceh sudah disahkan setahun yang lalu, tapi implementasinya terhitung masih sangat lamban. Karena, memasuki tahun pertama undang-undang ini disahkan, baru hanya melahirkan 4 (empat) qanun ditingkat provinsi diantaranya: 1. qanun perubahan terhadap qanun pilkada; 2. qanun tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2007; 3. perubahan atas qanun no.1 tahun 2005 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRAceh; dan 4. Qanun tentang Tata Cara Pembentukan Qanun. Untuk Prolega (Program Legislasi Aceh) atau perencanaan prioritas qanun, baru diselesaikan pada akhir bulan Juni 2007. kemudian, baru hanya menyelesaikan satu Peraturan pemerintahan tentang partai politik lokal. Sedangkan UUPA, merekomendasikan 68 substansi qanun provinsi, 10 substansi qanun kabupaten/kota, dan tujuh Peraturan Pemerintah, yang kesemuanya merupakan aturan lebih detail dari implimentasi UUPA.

Kegiatan ini menghadirkan tiga orang Narasumber yakni ; Bahrom Mohd.Rasyid yang merupakan anggota DPR Aceh Komisi A bagian Pemerintahan, Syarifah Rahmatillah (Direktur Mispi) dari unsur Perempuan Aceh, dan Taf Haikal dari unsur masyarakat sipil Aceh. Menurut Bahrom Mohd. Rasyid, DPR Aceh sudah membuka ruang partisipasi publik seluas-luasnya dan menerima segala masukan dan aspirasi masyarakat baik secara lisan maupun tulisan. Diakui, sudah ada sekian banyak rancangan qanun yang masuk ke DPRA untuk dibahas, yang kesemuanya dari eksekutif. Namun juga, saat ini pihak eksekutif sudah mencabut kembali ke 7 draft rancangan qanun yang masuk ke DPRA ini untuk direvisi. DPRA hanya bisa menerima dan membahas rancangan qanun yang berasal inisiatif Dewan dan rancangan qanun yang berasal dari Pemerintah Aceh (eksekutif), dan untuk draft usulan inisiatif DPRA-pun juga harus ada naskah Akademiknya.

Usul inisiatif ini juga harus berasal dari minimal lima orang anggota DPRA, tentunya juga terkadang ini bisa memperlambat pembahasan qanun-qanun lainnya. Bahrom juga menyatakan bahwa Prolega (Program Legislasi Aceh) periode 2007-2012 mempunyai 59 qanun yang akan dibahas, sedangkan yang menjadi prioritas qanun tahun 2007 ada 17 qanun, namun dengan hambatan yang dialami oleh DPRA saat ini, maka memberi kemungkinan kepada masyarakat untuk dapat bersama-sama mempersiapkan/memasukkan draft rancangan qanun, walaupun qanun tersebut tidak masuk pada 17 prioritas qanun tahun 2007, dan qanun-qanun tersebut dapat di uji publikkan.

Menurut Taf Haikal, partisipasi publik menjadi hal yang cukup penting, karena ini merupakan wujud nyata dari kontribusi masyarakat terhadap negara. Jadi, masyarakat juga secara sendirinya bertanggung jawab terhadap keberlangsungan pengelolaan negara setelah memberikan mandat kepada negara melalui pemilu. Selanjutnya strategi awal yang dapat di kembangkan oleh masyarakat sipil Aceh adalah dengan secara dini melibatkan diri pada proses legislasi. proses politik/birokrasi, serta proses sosialisasi dan mobilisasi. Dijelaskan pula bahwa membangun Aliansi (alliance) atau ‘persekutuan’ dapat diartikan sebagai kumpulan perseorangan, kelompok atau organisasi yang memiliki sumberdaya (sarana, prasarana, dana, keahlian, akses, pengaruh, informasi) yang bersedia dan kemudian terlibat aktif mengambil peran atau menjalankan fungsi dan tugas tertentu dalam suatu rangkaian kegiatan yang terpadu, menjadi cukup penting. Dengan kata lain, aliansi adalah sebuah jaringan kerja (networking) antar lintas yang memiliki keahlian dan sumberdaya berbeda namun memiliki komitmen dan agenda yang sejalan.

Sedangkan menurut Syarifah Rahmatillah (perempuan Aceh), bahwa strategi peningkatan peran perempuan dalam proses pembentukan kebijakan di Aceh yakni; dengan dari awal melakukan pengawalan proses penyusunan prolega/prolek, dikarenakan dengan prolegalah rencana dan bentuk legislasi itu tersusun; bina jaringan internal dan ekternal legislative dan LSM perempuan,serta pihak lain yang dipandang perlu; suply bahan/argumentasi; tingkatkan kualitas anggota legislative perempuan; serta pahami dan kuasai legal drafting.

Namun yang menjadi kelemahan bagi perempuan Aceh dalam membuat kebijakan di Aceh, antara lain; kelemahan dalam proses; kelemahan pada substansi/materi; dan kelemahan dalam legal drafting. Untuk itu, peran serta seluruh komponen masyarakat untuk mendesak agar segera mempercepat proses pembentukan qanun yang diprioritaskan untuk tahun 2007, serta pengawalan terhadap pengimplementasian UUPA cukuplah penting. Karena selain akan mempercepat proses, juga akan berkontribusi terhadap pengakomodasian berbagai sudut pandang dan kebutuhan masyarakat. Tentunya, juga akan memperlebar peluang bagi kemakmuran dan kedamaian hakiki bagi masyarakat Aceh. Kerinduan akan wajah baru Aceh yang damai, demokratis, sejahtera, transparan, bebas korupsi dan islami ini akan terwujud bila dalam proses perencanaan, pembentukan, implimentasi dan pengawasan setiap produk kebijakan melibatkan seluruh komponen masyarakat Ace

Tidak ada komentar: