Serambi Indonesia Serambi, 16/02/2008
Untuk itu, Ketua Bapel BRR NAD-Nias, Kuntoro Mangkusubroto, dan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, diminta harus lebih serius menangani masalah ini, karena bila tidak, Amerika sebagai negara donor bakal frustrasi dan bukan tak mungkin akan menyetop bantuannya senilai Rp 2 triliun untuk proyek jalan yang bertele-tele itu.
delegasi Kaukus Pantai Barat-Selatan (KPBS) di Ruang Serbaguna Gedung Dewan, Jumat (15/2)
sore, menanggapi pertanyaan seorang peserta dialog dari Aceh Singkil. Menurut Sayed Fuad, dia juga sangat malu dan kehilangan muka melihat perkembangan jalan Banda Aceh-Calang tersebut. Dulu, sewaktu pembangunan jalan dimulai, seremonialnya dibikin besar-besaran. Saya masih ingat, waktu itu ikut menggunting pita yang dilintangkan di jalan. Tapi sudah hampir dua tahun, keadaannya begitu-begitu saja, tukas Sayed Fuad. Kita akan minta Gubernur untuk cepat menuntaskan soal pembebasan tanah itu. Karena, kalau Amerika sampai menarik dananya dari proyek itu jelas sangat merugikan kita, katanya. Ia juga menyatakan bahwa pada Senin (18/2), rombongan Kongres AS akan berkunjung ke Aceh. Selain bertemu DPRA, rombongan tersebut juga akan meninjau proyek pembangunan jalan Banda Aceh-Calang.
Mudah-mudahan mereka tidak kecewa, kata Sayed di depan hampir seratusan
anggota KPBS. Pertemuan yang digelar atas permintaan KPBS itu dihadiri Wakil Ketua DPRA, Raihan Iskandar dan sejumlah anggota dewan asal daerah pemilihan (DP) III, VII, dan VIII, seperti Almanar, Syamsul Bahri, T Bustami Puteh, Abdullah Saleh, Saifuddin Samin, Adriman Kimat, Amir Helmi, Irwansyah, Muzakki Salha, dan Harmen Nuriqman. Sedangkan dari KPBS hadir TAF Haikal selaku juru bicara, Dr Nazamuddin, Akmal Ibrahim (Bupati Abdya), Rafly, Arman, dan puluhan tokoh lainnya dari wilayah delapan kabupaten/kota tersebut.
Meliputi Aceh Jaya, Aceh Barat, Simeulue, Nagan Raya, Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Selatan,
Subulussalam, dan Aceh Singkil. Hadir juga sejumlah pengamat seperti Dr Iskandar Gani (Ketua
Komisi Penyiaran Independen Aceh) dan Akhiruddin Mahjuddin (Koordinator GeRAK Aceh).
Di awal sambutannya, Jubir KPBS, TAF Haikal, mengatakan kedatangan mereka ke DPRA untuk
menyampaikan pendapat dan aspirasi sehubungan dengan pembahasan Prioritas dan Plafon
Anggaran Sementara (PPAS) RAPBA Tahun 2008. Anggaran yang lumayan besar diperoleh Aceh
tahun ini diharapkan tidak melahirkan konflik baru, melainkan harus menjadi solusi dalam
membangun Aceh baru. Kami hanya meminta keadilan dalam pembangunan, katanya. Sebab, dalam PPAS-RAPBA tahun 2008, menurut TAF Haikal, masih terlihat ketidakkeberpihakan
pemerintah provinsi ke wilayah pantai barat-selatan Aceh. Lihat saja dana reguler dan otsus yang dikelola provinsi tidak adil dalam pembagiannya. Buktinya ada kabupaten yang memperoleh mencapai 40 persen lebih dari anggaran yang tersedia pada sebuah dinas. Sedangkan kami di
Selain itu, mereka juga membeberkan sejumlah bukti bahwa jumlah anggaran yang dikucurkan ke Bireuen, kampungnya Gubernur Irwandi, relatif besar dibanding untuk berbagai kabupaten/kota di pantai barat-selatan Aceh. Terkait dengan itu, Irwandi Yusuf diminta anggota KPBS harus bisa menempatkan dirinya menjadi gubernur untuk seluruh daerah dan rakyat Aceh, tidak hanya untuk satu kelompok atau daerah saja. Saat hendak menutup acara dengar pendapat itu, Sayed Fuad Zakaria juga kembali mengulang harapan tersebut. Ya, kita harap Pak Irwandi tetap menjadi gubernur untuk seluruh orang Aceh dan seluruh daerah di Aceh.
Tidak ikhlas
Menanggapi pertanyaan dan kritik sejumlah peserta dialog itu terhadap BRR yang terkesan tidak serius membangun pantai barat-selatan, terutama Aceh Singkil dan Aceh Jaya, Sayed Fuad menyatakan akan menyampaikan aspirasi ini ke BRR. Fuad mengatakan tidak ikhlas BRR bubar apabila kewajiban-kewajibannya membangun rumah, kantor pemerintahan, dan berbagai infrastruktur lainnya yang rusak atau hancur akibat gempa dan tsunami, tidak diselesaikan secara tuntas dan tepat waktu. Bagaimana mungkin BRR menyerahkan tanggung jawabnya kepada Pemerintah Aceh atau kepada kabupaten/kota, kalau cantor bupati/walikota dan kantor DPR di daerah-daerah yang terkena tsunami, belum selesai mereka bangun, tukas Sayed Fuad. Fuad membenarkan pernyataan Ketua Bappeda Aceh Jaya dalam kesempatan itu bahwa sejumlah proyek rehab-rekon di Aceh Jaya sampai saat ini belum tuntas. Padahal Aceh Jaya paling parah terkena tsunami, ujarnya. Ia juga menyesalkan sikap diskriminatif BRR dalam penetapan dana bantuan rehab rumah untuk korban gempa di Aceh Singkil yang hanya Rp 2,5 juta. Padahal, untuk korban yang sama di wilayah Banda Aceh mendapat bantuan Rp 15 juta per unit. Kita harap, Ketua Bapel BRR memperhatikan ketimpangan ini, sebelum terjadi hal-hal yang tak diingin, kata Sayed Fuad.
Tak ditanggapi
Saat dipersilakan bicara, Akmal Ibrahim mengatakan, pihaknya mengaku sudah sangat lelah
meminta perhatian dan keadilan dari pemerintah provinsi dalam alokasi anggaran pembangunan. Saya sudah
wilayah, jumlah penduduk, keterbelakangan dan ketinggalan, serta angka kemiskinan. Saya tidak mengatakan barat-selatan saja yang tidak diperhatikan, tapi wilayah lain juga sama seperti wilayah tengah. Maka untuk ini kami di dewan akan memperjuangkan aspirasi ini, katanya. Sedangkan sejumlah anggota dewan yang hadir dalam pertemuan itu sepakat untuk menolak ikut dalam pembahasan PPAS apabila pihak eksekutif tidak adil dalam pengalokasian anggaran dengan melihat indikator keterbelakangan daerah, luas wilayah, jumlah penduduk, angka kemiskinan, dan hal lainnya. Kita tetap akan tolak dan bila perlu akan walk out dari ruang rapat apabila hal ini tidak diperhatikan, ujar Harmen Nuriqmar yang diamini Almanar, Irwansyah, dan Saifuddin Samin. Di akhir acara, TAF Haikal menyerahkan dokumen hasil pencermatan mereka terhadap PPAS-RAPBA 2008 yang diserahkan kepada Ketua DPRA, Sayed Fuad Zakaria. (sup)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar