Selasa, 25 November 2008

BRR Harus Tuntaskan 746 Rumah Terbengkalai di Simeulue

Analisa , 5 September 2008

Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, harus menuntaskan terlebih dahulu realisasi atas pembangunan bantuan perumahan bagi warga korban bencana alam gempa dan tsunami, sebelum habis masa peralihan kerja ke Pemerintahan Aceh di medio April 2009.

Sebab berdasarkan hasil penulusuran lapangan, diketahui hingga saat ini ada 746 unit bantuan perumahan di Kabupaten Simeulue yang terbengkalai dan tidak dilanjutkan lagi pekerjaannya di lapangan.

“GeRAK Aceh dan Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh mendesak BRR untuk segera memperbaiki semua bangunan dan perumahan warga, baik yang rusak pada waktu gempa maupun bencana tsunami sebelum berakhirnya masa kerja BRR NAD-Nias di Aceh. Sementara desain rumah yang harus diterima masyarakat perlu dilakukan perancangan bangunan yang tahan gempa, sebab wilayah Simeulue adalah salah satu kawasan yang rawan dengan bencana,” ujar TAF Haikal, Jurubicara KPBS Aceh, kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (4/9).

Dijelaskannya, berdasarkan hasil monitoring atas pembangunan perumahan di wilayah Simeulue yang ditemukan Badan Pekerja Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan KPBS, diketahui bahwa khusus di wilayah Simeulue, realisasi atas pembangunan bantuan kepada masyarakat cukup lambat dan sangat memprihatinkan, padahal diketahui daerah tersebut merupakan daerah terparah kejadian bencana baik tsunami maupun gempa-gempa susulan.

Hasil penulusuran atas bantuan perumahan diketahui bahwa hingga saat ini ada sekitar 746 unit bantuan perumahan dari Re-Kompak yang dibiayai melalui dana-dana MDF-Wold Bank tidak dapat dilanjutkan kerjanya dan terbengkalai, yakni di Kecamatan Simeulue Timur sebanyak 532 unit dan 214 unit terletak di Kecamatan Teupah Selatan.

Sedangkan hasil atas bantuan perumahan yang saat ini sedang dalam realisasi pekerjaan lapangan yang dikerjakan oleh BRR NAD-Nias dan NGO diketahui mencapai angka sebanyak 2.159 unit dalam penanganan, yang tersebar di delapan kecamatan yaitu meliputi Simeulue Timur, Simeulue Barat, Salang, Teupah Selatan, Teupah Barat, Teluk Dalam dan Kecamatan Alafan, dan diprediksikan bantuan perumahan tersebut tidak akan mampu diselesaikan tepat waktu sebagaimana yang telah direncanakan karena banyak kontraktor yang memenangkan proyek tidak melakukan kerja sebagaimana rencana kerja yang ditanda tangani.

Lemahnya Pengawasan

“Banyak terbengkalai pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi di Simeulue tidak terlepas dari pengawasan yang lemah. Lemahnya pengawasan dilakukan sejak awal pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi dan dampaknya saat ini, dengan banyak proyek-proyek yang terbengkalai,” jelas Haikal.

Ditambahkannya, dari laporan dan wawancara dengan masyarakat korban diketahui, program pembangunan di Simeulue ternyata hanya difokuskan pada hal-hal yang sifatnya tidak menyentuh masyarakat, seperti pembangunan beberapa kantor pemerintahan seperti Kantor BPM, Kantor Dispenda, Kantor Dinas Kelautan dan pembangunan instalasi vertikal seperti Pos AL, dan Asrama Polres Simeulue yang pekerjaannya dipacu dan cepat selesai. Akan tetapi untuk pembangunan bantuan perumahan belum berhasil dibangun dengan sempurna.

Bahkan di beberapa tempat seperti Kecamatan Alafan dan Teupah Selatan hampir sebagian besar masyarakatnya masih mendiami shalter dan barak hunian sementara.

TAF Haikal juga mengharapkan BRR NAD-Nias benar-benar melakukan pengawasan atas semua bantuan yang sedang dikerjakan, sebab jika dilihat berdasarkan fisik bantuan yang telah dibangun banyak bangunan yang telah dibangun jauh di bawah standar, dan jika ini tidak dikontrol secara berkala maka dipastikan bantuan yang diberikan kepada masyarakat akan sia-sia sebab baru satu tahun setelah PHO rumah langsung rusak.

“Kami mendesak BRR untuk mempercepat proses pembangunan perumahan bagi korban khususnya di wilayah Simeulue. Hal ini penting segera untuk dilakukan mengingat keberadaan lembaga ini tinggal beberapa bulan lagi. Apabila ini tidak dilakukan secepatnya maka ditakutkan kegagalan dalam rehab-rekon akan menjadi ancaman besar kelak bagi Pemerintahan Aceh (Irwandi-Nazar) terutama wilayah pantai barat selatan,” ungkapnya. (mhd)

Tidak ada komentar: