Selasa, 25 November 2008

Bantuan Dana Reintegrasi Bisa Menjadi Masalah Baru

Kompas, 25 Agustus 2005

Jakarta, Kompas - Kritik terhadap substansi nota kesepahaman atau MOU antara Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka terus berlanjut. Kemarin dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota DPD DKI Jakarta Mooryati Sudibyo menilai, pemberian dana reintegrasi bagi anggota GAM berat sebelah.

Bagaimana dengan keluarga anggota TNI yang kehilangan suami? Yang mendapatkan suaminya cacat berat sepulang dari tugas? Bagaimana dengan masa depan mereka? Bukankah selama ini negara hanya mampu membalas pengabdian mereka dengan pendapatan yang pas-pasan? tutur Mooryati.

Menanggapi hal itu, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita mengatakan, pimpinan DPD akan memanggil Sofyan Djalil dan Hamid Awaluddin menjelaskan soal dana reintegrasi. DPD akan bertanya apakah sebelum menandatangani kesepakatan damai dengan GAM, pemerintah telah mempertimbangkan sejumlah potensi yang bakal melemahkan NKRI. Juga munculnya potensi konflik yang baru pascaperjanjian damai tersebut? ujar Ginandjar kepada pers.

Harus diperjelas

Di Banda Aceh, Direktur Eksekutif Forum Lembaga Swadaya Masyarakat Aceh TAF Haikal mengingatkan, bantuan bagi eks anggota GAM untuk berintegrasi ke masyarakat harus diperjelas sejak awal agar tidak menjadi persoalan baru dalam implementasi nota kesepahaman antara Pemerintah Indonesia dan pihak GAM.

Haikal mengingatkan masalah yang mungkin timbul jika persoalan menyangkut bantuan reintegrasi itu tidak dibuka sejak awal. Mestinya dalam waktu yang tersisa sudah diketahui besar anggaran, sumber, dan mekanisme penyalurannya.

Menurut Haikal, mempersoalkan hal ini sekarang sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghambat perdamaian Aceh. Namun, persoalan harus dibuka sejak awal untuk memastikan bahwa soal bantuan reintegrasi ini tidak akan menjadi masalah di kemudian hari.

Selain soal besaran dan sumber anggaran pendukung reintegrasi, mekanisme pemberian bantuan harus diperjelas. Sosialisasi menyangkut bantuan itu juga harus dilakukan sampai tingkat pemerintahan terbawah untuk memastikan tidak ada distorsi bantuan yang akhirnya mengundang rangkaian masalah. Jangan sampai ketika anggota GAM yang bebas atau turun, apa yang didapat tidak sesuai dengan apa yang disepakati di Helsinki. Masalah ini malah bisa jadi bumerang untuk proses perdamaian, kata Haikal.

Haikal juga mengingatkan potensi kecemburuan ketika pemerintah hanya terkonsentrasi pada eks anggota GAM. Korban tsunami dan pihak yang terkena dampak konflik juga mesti mendapat perhatian berimbang dalam pemberian bantuan. Sekarang ini yang miskin di Aceh bukan hanya anggota GAM kata Haikal.

Beberapa korban tsunami yang ditemui Kompas mengaku tidak terlalu mempermasalahkan adanya bantuan reintegrasi bagi eks anggota GAM, termasuk soal alokasi lahan pertanian, pekerjaan, dan jaminan sosial. Nasib kami yang korban tsunami ini bagaimana? kata Rizaldi (35), pengungsi korban tsunami yang kini masih bertahan di Dusun Kakap Pantai Cermin, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.

Sebelumnya, Plt Gubernur NAD Azwar Abubakar mengakui belum ada konsep matang menyangkut bantuan reintegrasi tersebut. (win/dik)

Tidak ada komentar: